Situs Liyangan



Situs Liyangan

Situs Liyangan terletak di lereng timur laut Gunung Sindoro,Dusun Liyangan,Desa Purbosari,Kecamatan Ngadirejo,Kabupaten Temanggung.
Penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta memperkirakan bahwa situs Liyangan merupakan peninggalan Mataram kuno di sekitar abad ke 8-10 masehi. Luas situs ini diperkirakan 2.600 meter persegi. Dahulu situs ini merupakan suatu pemukiman dimana merupakan tempat tinggal masyarakat,karena pada saat itu Gunung Sindoro meletus maka dapat disimpulkan tampat tersebut tertimbun lahar dari letusan gunung tersebut.
Candi di situs Liyangan diperkirakan pemukiman karena dengan ditemukannya komponen pemukiman lengkap yang meliputi aspek hunian,peribadatan, serta pertanian. Bukan hanya komponen pemukiman,disana juga ditemukan komponen keruangan yang berupa struktur bangunan candi,struktur tangga,struktur pagar candi, dan bangunan rumah candi. Selain ditemukannya candi,disana juga terdapat kolam alam yang dialiri umbul dari kaki Gunung Sindoro.
Keunikan dari situs Liyangan ini adalah adanya kolam alam yang merupakan bentuk dari swadaya desa Liyangan. Biasanya kolam ini sering digunakan pengunjung untuk berenang dan foto bersama.Kebanyakan para pengunjung lebih memilih berkunjung di kolam ini karena memang nuansanya indah dengan potret yang menarik.
 Situs Liyangan memang merupakan objek wisata yang sangat menarik dengan berbagai peninggalan masa lampau yang patut dijaga dan dilestarikan. Sebagai tempat yang dikatakan sakral sudah seharusnya pengunjung menghargai situs tersebut dengan tidak menaiki candi. Diperbolehkan berfoto dengan menyesuaikan aturan yang ada.
Sumber:  Nationalgeographic. (2014, 14 Juni). Situs Liyangan Ungkap Misteri Relief. Diperoleh 25 September 2017, dari http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/06/situs-liyangan-ungkap-misteri-relief
                Kompas.com. (2017). Peradapan Besar yang Tersembunyi Situs Liyangan. Diperoleh 27 September 2017, dari https://goodnewsfromindonesia.id/2016/08/11/peradapan-besar-yang-tersembunyi-situs-liyangan
               Tribun Jateng. (2016, 31 Desember). Menelusuri Situs Liyangan Temanggung,Peninggalan Sejarah Masih Dilingkupi Misteri. Diperoleh 11 September 2017, dari https://jateng.tribunnews.com/2016/12/31/menelusuri-situs-liyangan-temanggung-peninggalan-sejarah-yang-masih-dilingkupi-misteri?page=all

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wana Wisata Jumprit

Wana Wisata Jumprit Wana Wisata Jumprit terletak di Dukuh Jumprit Desa Tegalrejo,Kecamatan Ngadirejo,Kabupaten Temanggung. Berada di ketinggian 1.300 MDPL serta berjarak 5,3 km dari ibu kota Kecamatan Ngadirejo atau 25 km dari ibu kota Kabupaten Temanggung. Dalam pengelolaannya berada di Perum Perhutani KPH Kedu Utara yaitu masuk dalam petak 8A RPH Kwadungan BKPH Temanggung dengan luas 1,6 Ha. Sejarah Wana Wisata Jumprit dimulai pada jaman peralihan Islam yang ditandai munculnya kerajaan Islam di pulau Jawa,terjadi perang saudara antara kerajaan Majapahit dan kerajaan Demak yang saat itu diperintah oleh Raden Patah. Pada perang tersebut Majapahit mengalami kekalahan,karena itu banyak orang Majapahit yang melarikan diri ke berbagai tempat,salah satunya bernama Pangeran Singonegoro. Pangeran Singonegoro dalam pelariannya diikuti oleh istri dan dua pengawalnya yaitu Mahesa Aduk dan Endong Wulung serta hewan kesayangan Pangeran Singonegoro yaitu seekor kera putih bernama Ki Di...
Baca selengkapnya

Curug Trocoh Surodipo

Curug Trocoh Surodipo (sumber: instagram@mustofanajib) Curug Trocoh Surodipo adalah salah satu destinasi wisata yang terletak desa Tawangsari, Kecamatan Tretep Wonoboyo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Berjarak 38 km arah Timur Laut dari Kota Temanggung. Dari Kecamatan Wonoboyo menuju Desa Tawangsari ditempuh sejauh 7 km dan untuk sampai dasar curug masih harus menempuh 3 km dengan menyusuri jalan setapak. Sejarah Curug Trocoh Surodipo menurut warga sekitar,diambil dari nama panglima Pangeran Diponegoro yang bernama Kyai Surodipo yang meninggal dan dimakamkan di wilayah tersebut.Kyai Surodipo dipercaya sebagai panglima Pangeran Diponegoro saat melawan Belanda pada tahun 1825-1830.Di tempat ini juga disusun siasat perang gerilya untuk mengusir penjajah Belanda. Usai perang tahun 1830, Kyai Surodipo yang dikejar Belanda lari ke utara dan bermukim di kawasan itu. Dia enggan pulang ke Yogyakarta,karena sudah dikuasai penjajah. Akhirnya,Kyai Surodipo beserta sejumlah pen...
Baca selengkapnya